Minggu, 03 Maret 2013

Upaya Konstituante Menyusun Undang - Undang Dasar.





Konstituante mempunyai tugas utama untuk merumuskan UUD yang baru pengganti UUDS 1950. Dewan itu mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956. Namun sampai tahun 1958, dewan ini belum menunjukkan apapun.

Perdebatan Berlarut – Larut.

Sidang diwarnai oleh perdebatan yang berkepanjangan sehingga kesepakatan merumuskan UUD selalu menemui jalan buntu. Kenyataan itu menimbulkan krisis politik di dalam negeri. Krisis itu diperburuk oleh gejala pembangkangan di daerah – daerah seperti pemberontakan PRRI dan Permesta.
Situasi Negara yang kian genting tidak membuat Konstituante tergerak untuk untuk segera merampungkan tugasnya. Dewan itu masih saja larut dalam perdebatan yang alot mengenai UUD yang tepat diberlakukan di Indonesia. Masalah paling peka antara lain mengenai dasar negara.

Tawaran Presiden.

Di tengah kemacetan Konstituante yang mengancam keutuhan negara, pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno berpidato di muka sidang Konstituante. Dalam pidato itu, ia menganjurkan agar dalam rangka Demokrasi Terpimpin, Konstituante menetapkan saja UUD 1945 menjadi UUD Republik Indonesia yang tetap.
Menanggapi usul Presiden tersebut, Konstituante melakukan pemungutan suara untuk menentukan apakah akan menerima atau menolak usul tersebut. Sidang pemungutan suara pada tanggal 29 Mei 1959 tidak mencapai quorum kerena banyak anggota yang tidak hadir. Keadaan ini menimbulkan kemacetan lagi dalam sidang Konstituante. Pemungutan suara yang terakhir dilakukan pada tanggal 2 Juni 1959. Akan tetapi, quorum tidak juga terpenuhi. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses. Ternyata reses itu untuk selama – lamanya.

Tindakan Inkonstitusional.

Bagi kalangan militer, terutama angkatan darat, kemacetan dalam Konstituante merumuskan UUD dan menanggapi tawaran presiden dapat menjerumuskan negara dalam bahaya perpecahan. Pendapat itu memang beralasan mengingat negara sedang menghadapi masalah keamanan yang amat berat. Atas dasar pertimbangan menyelamatkan negara, Kepala Staf Angkatan Darat Letjen A.H. Nasution mengeluarkan larangan bagi semua kegiatan politik mulai tanggal 3 Juni 1959. Larangan itu dikeluarkan atas nama pemerintah/Peperpu ( Pengurus Perang Pusat ).
Larangan itu ditindaklanjuti oleh Presiden Soekarno dengan mengeluarkan suatu Dekrit. Dekrit tersebut berakibat pembubaran Konstituante dan pemberlakuan kembali UUD 1945. Tindakan Presiden tersebut mendapat sambutan dari kalangan militer, sejumlah politisi, dan masyarakat yang telah jenuh dengan tidak kunjung selesainya krisis politik dan ekonomi.***** ( E - Kar )


                           Generasi Penerus Pejuang Negara Kesatuan Republik Indonesia
                                                  ( GPP - NKRI ) Maret 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar