Rabu, 07 Oktober 2015

MENUJU MASYARAKAT SEJAHTERA


DALAM
“ KONSERVASI LAHAN DAS TERPADU BERKELANJUTAN “
GREEN EKONOMI
MENUJU MASYARAKAT SEJAHTERA
28 OKTOBER HARI SUMPAH PEMUDA
1 0KTOBER HARI KESAKTIAN PANCASILA
1 Oktober adalah hari selamatnya bangsa Indonesia dari malapetaka Gerakan 30 September (G.30.S). Selamatnya bangsa Indonesia berkat usaha dan upaya manusia serta pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
 Deputy II MEN/PANGAD MAYJEN TNI Suprato, Deputy III MEN/PANGAD Mayjen TNI Haryono MT, ASS 1 MEN/PANGAD Mayjen TNI Suparman, ASS III MEN/PANGAD Brigjen TNI DI Pandjaitan, IRKEH OJEN AD Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo, yang kemudian beliau mendapat gelar sebagai Pahlawan Revolusi. Usaha PKI untuk menculik dan membunuh MEN PANGAB Jenderal TNI A.H. Nasution mengalami kegagalan, namun Ajudan beliau Lettu Czi Piere Tendean dan putri beliau yang berumur 5 tahun Ade Irma Suryani Nasution telah gugur menjadi korban kebiadaban gerombolan G 30 S/PKI. Dalam peristiwa ini
Ade Irma Suryani telah gugur


5 OKTOBER HARI TNI
Kemerdekaan Indonesia bukan semata-mata hadiah dari Jepang. Namun, kemerdekaan bangsa ini merupakan kehendak Tuhan dan hasil perjuangan keras bangsa Indonesia. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus menjaga dan bertanggung jawab atas keselamatan negara yang telah merdeka ini.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk keperluan keamanan dan mempertahankan negara, pemerintah RI mula-mula membentuk organisasi  Badan Keamanan Rakyat atau BKR. Anggotanya para pemuda yang pada umumnya bekas prajurit Peta.
BKR sebenarnya bukan resmi sebagai wadah angkatan bersenjata. Padahal, negara terancam perang. Hal ini disadari pemerintah. Oleh karena itu, pada tanggal 5 Oktober 1945, dibentuklah Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Tanggal 18 Desember 1945 Presiden melantik Kolonel Sudirman sebagai Panglima Besar TKR, dengan pangkat Letnan Jenderal. Dan pada waktu itu, Letnan Jenderal Urip Sumoharjo sebagai Kepala Staf TKR. Markas Besar TKR terletak diyogyakarta.
Tahun 1946 TKR mengalami perubahan nama dari Tentara Keamanan Rakyat diubah menjadi TKR yang bermakna Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian tidak lama TKR diganti dengan Tentara Republik Indonesia (TRI), Kemudian, pada tahun 1947 TRI diganti dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Nama inilah yang dipakai sampai sekarang. TNI secara resmi menjadi satu-satunya wadah angkatan bersenjata. Disamping perkembangan TNI, pada tanggal 29 September 1945 telah diresmikan berdirinya Kepolisian Negara.
Tanggal 5 Oktober 1945 merupakan permulaan tumbuhnya angkatan bersenjata. Itulah sebabnya maka setiap tanggal 5 Oktober diperingati sebagai hari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Sebagai unsur kekuatan ABRI itu terdiri dari TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara dan Angkatan Kepolisian.
Reformasi pada tahun 1998 telah merubah sistem Hankam di Negara kita, Pada tanggal 1 April 1999 Polri resmi lepas dari ABRI, dan sebutan ABRI digantikannya menjadi Tentara Nasional Indonesia ( TNI ).
GENERASI PENERUS PEJUANG NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
( GPP – NKRI )
“ GREEN EKONOMI “
CROSS COUNTRY SEPEDA DAS CITARUM BERKELANJUTAN
 


DI
HARI SUMPAH  PEMUDA
HARI KESAKTIAN PANCASILA
HARI TNI
17 – 18 OKTOBER 2015
 TNI “ KETAHANAN PANGAN “, POLISI “ SAHABAT ALAM “
PASTI ALAM HAYATI
 




Latar belakang ditetapkannya visi tersebut adalah bahwa proses pembangunan di segala bidang yang memanfaatkan Lahan Daerah Aliran Sungai ( DAS ) , bahwa potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia harus dibarengi dengan upaya pengelolaan lingkungan hidup yang memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, sehingga proses pembangunan terus berjalan dan terwujudnya lingkungan hidup Daerah Aliran Sungai (DAS) yang selaras, serasi dan seimbang, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

MISI
Untuk mewujudkan Visi tersebut di atas GENERASI PENERUS PEJUANG NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA ( GPP – NKRI ) menjalankan misi sebagai berikut :
1.     Meningkatkan dan menghasilkan pemikiran, kebijakan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berorientasi pada karakter ekosistem, peranserta masyarakat, kearifan tradisi masyarakat, tempatan dan keadilan ekonomi serta perubahan lingkungan global.
2.     Meningkatkan dan menghasilkan bioteknologi pengendalian pencemaran lingkungan yang berbasis pada kelestarian keanekaragaman hayati.
3.     Melestarikan dan pemulihan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) melalui upaya konservasi dan rehabilitasi.
4.     Mengembangkan sistem informasi pengelolaan Sumber Daya Air dan Sumber Daya Alam.
5.     Mempasilitasi pengembangan pendidikan dan pelatihan lingkungan.
6.     Menjadi pusat penelitian yang memiliki kredibilitas, profesionalitas dan system manajemen yang handal.
RANAH
Melaksanakan kajian lingkungan yang mencakup penelitian kondisi fisik – kimia – biologi, sosial ekonomi budaya dan berbagai ekosistem terestrial dan ekosistem akuatik, serta interaksi dari komponen – komponen lingkungan tersebut; telaahan kebijakan pengelolaan Sumber Daya Air dan Lahan  Daerah aliran Sungai (DAS); pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup;serta konsultasi pada masyarakat.
FOKUS KAJIAN
Fokus kajian dikelompokan menjadi : pendidkan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pelayanan jasa dan konsultasi masyarakat yang terkait dengan pengelolaan Sumber Daya Air Daerah Aliran Sungai dan Lahan kritis serta Lingkungan Hidup.

“ HUTAN RAKYAT WISATA BUDAYA – CIBARANGBANG “
DESA BOJONGSARI KECAMATAN BOJONGSOANG KABUPATEN BANDUNG
“ PUSAT PENDIDIKAN & PELATIHAN “
JAWA BARAT

ANALISA DAN STUDI PENANGANAN MASALAH SUNGAI CITARUM
“ KEMBALIKAN SUNGAI CITARUM PADA HABITATNYA “
KONSERVASI DAS TERPADU BERKELANJUTAN
“ GREEN EKONOMI “
“ RIWAYAT SUNGAI  CITARUM DAN ASAL USULNYA “
Gunung Wayang
Gunung Malabar
Di Lereng Gunung Wayang salah satu anak Gunung Malabar  Daerah Bandung Selatan Jawa Barat ada sebuah sungai besar dan panjang namanya adalah CITARUM, panjangnya 225 kilometer, berhulu di Cisanti. Alurnya mengikuti cekungan Bandung ke arah utara, merayap memasuki beberapa kebupaten yang ada di Jawa Barat seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, Purwakarta dan karawang, bermuara di Laut Jawa, tepatnya di arah ujung Karawang.
   
Situ Cisanti ( Hulu Sungai Citarum )
Citarum berasal dari dua kata secara etimologis yaitu Ci dan Tarum “Marsedenia tinctoria” dalam bahasa Sunda “Ci” merupakan singkatan dari cai berarti air. Tarum yang disebut juga Nila adalah jenis tanaman  areuy. Tanaman itu biasa dijadikan bahan celup ( pewarna yang berwarna ungu/violet ), untuk warna dasar kain.
Ada pendapat bahwa nama citarum berkaitan dengan nama kerajaan tertua di Jawa Barat, yaitu Tarumanegara. Menurut naskah Wangsakerta, pusat kerajaan itu terletak di daerah tepi sungai yang kemudian disebut Citarum.
Beberapa kearifan tradisional masyarakat  sekitar  bantaran Sungai Citarum dalam bentuk UGA yang mengkaitkan Sungai Citarum dalam prediksi dan antisipatif dalam menghadapi fenomena alam :
1.     Engke lamun nu bisa ngabendung Citarum, Bandung jadi kota kembang heurin ku tangtung.

2.     Mangke mun Citarum dicukangan ku layon, mangke alam baris ancur.

3.     Mangke mun Cisangkuy numpakan Citarum Bandung baris heurin ku tangtung.

4.     Mimiti ti Cikoneng, kaduana pangadegan, katiluna Cibuni Soreang, ka opatna Citarum, kalimana Cilaki …..jaga mah cai sagelas di jual sa 100 juta.

5.     Jaga Bandung bakal heurin ku tangtung, cirina Citarum ruksak.

6.     Jaga Citarum tina herang jadi kiruh aya soang ti girang, nu geulis geruh bakal kasorang alamna : nu bener disalahkeun nu salah di benerkeun.

7.     Jaga Curug Jompong moal bisa nyurug, balak aya tambakan gede atawa darmaga titungtung wates cililin nepikeun ka wates Cianjur
.
Ketujuh UGA di atas lahir jauh sebelum pembangunan yang sekarang terjadi, namun teropongan Karuhun Sunda sudah mampu melihat apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang ( kini dan nanti ). Untuk itu generasi kini harus mampu memaknai UGA itu demi keselamatan dan kesejahteraan hidup dengan menjaga alam sekeliling kita. Perkiraan Karuhun sudah cukup jelas tersurat dalam UGA tersebut, kini mari maknai dan jadikan UGA tersebut pedoman dalam menata kehidupan yang lebih baik.
Melihat fenomena yang terjadi, kini Sungai Citarum sudah di bendung saguling dan cirata untuk dijadikan pembangkit tenaga listrik. Jelas Bandung menjadi Kota “Kembang” dan heurin ku tangtung, sesak penduduknya. Antisipasinya harus menjadikan Bandung sebagai kota yang teratur, tata ruang yang sesuai dengan peruntukan, jangan semrawut seperti sekarang ini. UGA ini sudah terjadi, namun antisipatif kearah pengembangan Bandung menjadi kota yang tidak heurin ku tangtung.
                       
Waduk Saguling
Waduk Cirata

Dulu Sungai Citarum memiiki berbagai fungsi penting bagi kehidupan manusia, pada zaman prasejarah, daerah tepian Sungai Citarum dihuni oleh manusia, terutama setelah mereka memilki budaya tinggal menetap.
 Pada beberapa abad yang lalu, Sungai  Citarum sangat diperhatikan dan kondisinya dipelihara, baik oleh pemerintah kabupaten maupun oleh warga masyarakat yang daerahnya dilalui oleh Sungai itu. Pada abad  ke-17, Kompeni selaku  aparat VOC ( Vereenigde Oost-Indische Compagnie ), gabungan perusahaan Belanda di Hindia Timur, memfungsikan Sungai Citarum untuk kegiatan ekonomi dan pertahanan, Waktu itu di Muara SungaI Citarum yaitu di Tanjungpura. Kompani membangun Pelabuhan dan Benteng cukup Besar.
Pemeliharaan Sungai Citarum pada abad ke-17 sampai abad ke-19, dilakukan oleh Bupati yang dalam waktu tertentu selalu mengadakan rekreasi dengan acara menangkap ikan di suatu leuwi tertentu dan berburu rusa di hutan tertentu. Perburuan dilakukan oleh sejumlah Pamatang ( ahli berburu ). Mereka menggiring rusa ke dekat panggung. Bila Bupati berkenan, ia membidik rusa dengan panah atau tombak. Hak istimewa Bupati berburu di hutan, menyebabkan rakyat tidak berani merambah hutan. Bahkan rakyat menyebut hutan tempat Bupati berburu sebagai “ Leuweung Larangan “ ( hutan tutupan/hutan lindung)

Acara menangkap ikan dan berburu

Dalam memelihara alur sungai dari kelestarian serta menjaga air sungaI dari pencemaran, dilakukan karena adanya kewajiban rakyat dalam pancen diensten ( kewajiban bekerja untuk kepentingan penguasa pribumi, khususnya Bupati ) adalah memelihara sungai, baik diperintah atau pun tidak oleh bupati.
Waktu itu sebagian lahan hutan hanya dibuka untuk pemukiman sejumlah kecil penduduk dan lahan pertanian ( huma ). Tidak terjadi perusakan hutan, apalagi penggundulan hutan. Oleh karena itu, sebagian besar hutan menjadi lestari. Kelestarian hutan menyebabkan alur Sungai Citarum tidak terganggu oleh longsoran hutan. Kedua hak istimewa Bupati tersebut, sepintas terkesan menunjukan sikap feodal bupati. Namun sesungguhnya kedua hak istimewa itu merupakan “ bungkus “ kearifan Bupati untuk memelihara dan melestarikan Sungai dan Hutan, juga menghibur rakyat yang sedang berada di dalam penjajahan.
Pada abad ke-19 pihak kolonial pun menjadikan Sungai Citarum sebagian prasarana transportasi, dalam pengangkutan hasil perkebunan yang khusus diangkut melalui Sungai Citarum adalah biji kopi. Buah kopi dari daerah Priangan hasil dari Perangerstelsel ( system penanaman wajib di Priangan ) diangkut melalui Sungai Citarum ke pelabuhan di pantai utara Jawa Barat. Waktu kembali perahu-perahu itu mengangkut garam. Dalam kegiatan itu, Cikao ( daerah Purwakarta ) menjadi pelabuhan sungai. Sementara itu, orang-orang kolonial pengusaha perkebunan turut pula menjaga kelestarian hutan, sebab bila hutan rusak, perkebunan meraka akan terganggu.
                  
         Pengusaha Perkebunan ( kolonial ) turut menjaga kelestarian Hutan

Kearifan-kearifan tersebut membawa dampak positif bagi Sungai Citarum. Walaupun setian musim hujan, Sungai Citarum selalu menimbulkan banjir, tetapi Banjir Sungai Citarum tempo dulu tidak terberitakan mengakibatkan penderitaan berat bagi warga masyarakat setempat, apalagi menelan korban jiwa manusia. Hal itu disebabkan pemerintah dan warga masyarakat memperhatikan dan memelihara alur Sungai serta Hutan di daerah aliran Sungai Citarum. Dampak negative dari banjir Sungai Citarum tempo dulu yang terberitakan dalam berbagai sumber, adalah berjangkitnya wabah penyakit, seperti penyakit kulit ( gatal-gatal ), diare, dan malaria.

BANJIR TEMPO DULU

Banjir dari Sungai Citarum yang terjadi setiap musim hujan, merupakan salah satu factor yang mendorong Bupati Bandung R.A. Wiranatakusumah II ( 1794 – 1829 ) memindahkan Ibukota Kabupaten dari Krapyak ke daerah Kabupaten Bandung bagian tengah ( Pusat kota Bandung sekarang ). Peristiwa itu terjadi pada awal abad ke-19. Ibukota baru itu diberi nama Bandung yang diresmikan tanggal 25 September 1810. Sejak tahun 1998 tanggal itu ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Bandung.

Bupati Bandung R.A.A Wiranatakusumah II
( 1794 – 1829 )

Fungsi Sungai Citarum sebagai prasarana transportasi menjadi berkurang, setelah di daerah Jawa Barat berlangsung transportasi kereta api. Pembangunan sarana transportasi itu dilakukan secara bertahap antara tahun 1878 sampai dengan tahun 1911, dari daerah Batavia sampai dengan Cilacap. Sekalipun sudah ada transportasi kereta api, Sungai Citarum tetap berfungsi sebagai prasarana transportasi, paling tidak sebagai tempat penyeberangan. Hal itu berlangsung sampai sekarang.

Transportasi Kereta Api

Kini, dalam perjalanan sejarahnya, Sungai Citarum bukan hanya berfungsi sebagai pemasok air untuk pertanian, tetapi air sungai itu berfungsi pula sebagai pembangkit listrik tenaga air  ( PLTA ), setelah terlebih dahulu dibangun bendungan ( Waduk ) di beberapa tempat. PLTA dimaksud adalah PLTA  Pangalengan, PLTA Lamajang, PLTA Cikalong di daerah Kabupaten Bandung, dibangun antara tahun 1917 – 1925, PLTA Jatiluhur ( 1965 ), PLTA Saguling        ( 1985 1986 ), dan PLTA Cirata ( 1988 ). Tiga PLTA yang disebut terakhir bukan hanya pemasok tenaga listrik bagi daerah Jawa Barat, tetapi untuk seluruh Pulau Jawa dan Bali.
Namun sangat disayangkan, keberadaan beberapa PLTA itu terkesan tidak sejalan dengan pemeliharaan kondisi air Sungai Citarum di luar bendungan-bendungan tersebut. Sekarang air sungai itu tidak lagi dapat dimanfaatkan secara langsung untuk kehidupan manusia, seperti tempo dulu, karena air sungai sudah sangat tercemar oleh sampah dari rumah tangga dan limbah pabrik. Hal itu terjadi akibat dari kearifan-kearifan tempo dulu mengenai pemeliharaan  Sungai Citarum. Lupa dan Hilang, sehingga kini kearifan itu perlu untuk direnungkan kembali dalam membuat kebijakan untuk menangani masalah sungai Citarum Zaman Sekarang.

Fungsi Lain dari Sungai Citarum tempo dulu, yaitu :

Ø  Batas wilayah dua Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Daerah sebelah Barat Sungai Citarum tetap menjadi wilayah Kerajaan Sunda, sedangkan daerah sebelah timur sungai itu menjadi wilayah Kerajaan Galuh. Hal itu paling tidak berlangsung sampai dengan abad ke-15.
Ø  Sarana Transportasi masyarakat Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh, yang menghubungkan daerah pesisir dengan daerah pedalaman.
Ø  Batas wilayah Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten ( abad ke-15 hingga abad ke-19 ). Daerah sebelah Barat Sungai Citarum merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Banten. Daerah sebelah timur  sungai itu menjadi wilayah kesultanan Cirebon.
Ø  Setelah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur berdiri, masing-masing pada sekitar pertengahan dan perempat ketiga abad ke-17, Sungai Citarum penting artinya bagi kehidupan masyarakat kedua kabupaten tersebut. Pemerintah Kabupaten Bandung bahkan memilih Krapyak ( Citeureup ) di tepian Sungai Citarum ( dekat muara Sungai Citarik ) sebagai Ibukota Kabupaten.
Ø  Pada zaman pendudukan Kolonial Belanda, Sungai Citarum menjadi alat transportasi untuk memasuki daerah “Kota Bandung” karena sarana jalan darat transportasi melalui darat masih sulit dilakukan, Karena belum adanya jalan yang memadai dan sebagian besar lahan darat masih berupa hutan belantara (“terra incognita”). Namun selama beberapa puluh tahun kondisinya masih berupa jalan tanah. Keadaan itu paling tidak berlangsung sampai dengan tahun 1870-an. Dan jalan Raya Pos ( Grote Postweg ) dari Anyer sampai Panarukan yang dibangun pada awal abad ke-19 untuk jalan kereta Pos.

Krapyak dipilih sebagai pusat pemerintahan kabupaten dengan dua alasan.
1.     Waktu itu sebagian besar penduduk Bandung tinggal di daerah Bandung Selatan. Sasuai dengan Budaya lama, boleh jadi waktu itu di daerah aliran Sungai Citarum berderet pemukiman penduduk, karena sungai itu merupakan bagian penting dari kehidupan penduduk, baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk kepentingan pertanian.

2.     Sungai Citarum penting artinya sebagai prasarana transportasi, baik bagi para pejabat kabupaten maupun bagi penduduk. Tempat-tempat tertentu di sepanjang sungai Citarum itu, seperti di Dayeuhkolot, Margahayu, Bayabang, Cihea, dan lain-lain, dijadikan tempat pemberhentian perahu dan/atau penyebarangan. Di tempat-tempat penyeberangan disediakan perahu bandungan ( eretan ) dua perahu dipasang sejajar dan digandengkan  atau rakit untuk menyeberangkan orang dan barang.

Perubahan kondisi Sungai Citarum menyebabkan terjadinya perubahan sosial, khususnya pola kehidupan sosial dan ekonomi warga masyarakat di Daerah Aliran Sungai Citarum. Oleh karena itu, sudah selayaknya apabila masalah Sungai Citarum diteliti secara komprehensif dari berbagai disiplin keilmuan.

PASTI ALAM ORGANIS, BIOLOGIS, RUH UNTUK BUDAYA
“ GUSTI MANUNGGALING KAULA, KAULA MANUNGGALING GUSTI “
GENERASI PENERUS PEJUANG NEGARA KESATUA REPUBLIK INDONESIA
 (GPP- NKRI )