Senin, 04 Februari 2013

Pembangunan dan Lingkungan Hidup


                                                  
      
       Pembangunan Nasional tidak bisa bertumpu pada bidang ekonomi saja, karena banyak kasus menunjukan bahwa perhatian pembangunan terhadap bidang ekonomi saja tidak dapat menjamin proses pembangunan berjalan stabil dan berlanjut.
      
            Pada awalnya pembangunan nasional negara-negara berkembangnya terpusat pada mobilisasi modal sebagai faktor strategis, dengan harapan dapat tercapai peningkatan pendapatan sejalan dengan perluasan pasar. Keadaan ini melahirkan teori “ Pembangunan Berimbang “ ( balanced development ) yang mengusahakan keseimbangan berbagai segi kegiatan masyarakat seperti sektor pertaniaan, pertambangan, industri, sektor jasa dan sebagainya.
       
        Secara konsepsional model pembangunan ini cukup rasional dan diperkirakan dapat mengangkat kelompok masyarakat tradisional dengan keadaan ekonomi lebih baik. Namun dalam jangka waktu tertentu disadari bahwa model pembangunan berimbang masih dirasakan kurang mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat seperti pangan, sandang, papan, pendidikan dan fasilitas kesehatan. Dari pengalaman diatas, kemudian lahir model pembangunan yang menitik beratkan pada pemenuhan kebutuhan pokok dengan harapan hasil pembangunan akan menetes kepada seluruh masyarakat secara proporsional. Ternyata model pembangunan yang menitik beratkan pada pemenuhan kebutuhan pokok juga tidak mampu mengubah struktur ekonomi masyarakat secara berarti. Hal tersebut ditandai dengan makin melebarnya kesenjangan pendapatan masyarakat dan semakin melebarnya perbedaan pendapatan strata ekonomi di masyarakat. Keadaan ini sangat tidak menguntungkan dan dapat menggoyahkan pembangunan itu sendiri.
      
        Pertumbuhan ekonomi saja ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah pembangunan negara-negara berkembang. Harapan semula bahwa masalah-masalah lain akan terselesaikan dengan sendirinya melalui laju pertumbuhan ekonomi, ternyata tidak benar sama sekali. Maka model pembangunan selanjutnya bergeser ke model pembangunan dengan pemerataan. Dengan model pembangunan pemerataan ini diharapkan hasil pembangunan dapat dinikmati oleh masyarakat secara merata.
       
        Pembangunan sangat banyak membutuhkan dan memanfaatkan sumber daya alam. Meskipun tersedia dalam jumlah yang melimpah, sumber daya alam tersebut mudah rusak bahkan punah dan memiliki kesetimbangan yang kritis. Ada batas yang tidak boleh terlampaui untuk menjaga integritasnya, sehingga untuk menjamin kelangsungan pembangunan saat ini dan untuk masa yang akan datang diperlukan suatu perubahan perilaku pembangunan. Bertolak dari pandangan ini lahirlah model pembangunan berkelanjutan ( sustainable development ) yang merupakan tahapan ke empat dari model pembangunan yang tidak lagi membicarakan tentang kecukupan kebutuhan pokok atau pemerataan, tetapi lebih jauh mulai membicarakan tentang kualitas hidup yang dihasilkan dari proses pembangunan. Kualitas tersebut mencakup kualitas lingkungan tempat hidup dan kualitas diri manusia itu sendiri.
      
       Konsep pembangunan berkelanjutan berorentasi pada pemenuhan kebutuhan pada saat kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Keberhasilan suatu proses pembangunan yang berkelanjutan ditunjukan antara lain oleh : mortalitas bayi yang terus menurun, harapan hidup meningkat, proporsi orang dewasa yang dapat membaca dan mnulis meningkat, proporsi anak-anak yang mulai menginjak bangku sekolah terus meningkat, dan produksi pangan meningkat lebih cepat dari pada pertumbuhan penduduk.

       Secara sektoral, saat ini banyak negara yang sudah mencapai kondisi yang dapat dikatakan maju. Tetapi secara global ternyata lebih banyak orang yang lapar di dunia ini dari pada sebelumnya dan jumlah mereka terus meningkat. Dalam tahun 1980 terdapat 340 juta orang di delapan puluh tujuh negara berkembang yang tidak mendapat kalori cukup untuk mencegah pertumbuhan yang terhambat dan gangguan kesehatan yang serius. Jumlah ini sedikit lebih rendah di bandingkan dengan tahun 1970 dari segi presentase jumlah penduduk dunia. Tetapi dari segi jumlahnya terdapat kenaikan 14 persen. Di ramalkan oleh Bank Dunia bahwa jumlah tersebut cenderung bertambah terus begitu juga jumlah orang yang tidak dapat membaca dan menulis, banyak orang yang tidak memperoleh air bersih atau rumah yang aman dan sehat serta banyaknya orang yang kekurangan kayu bakar untuk memasak dan menghangatkan diri. Jurang pemisah antar bangsa-bangsa yang kaya dan miskin semakin melebar. Hal tersebut tentunya lebih menunjukan adanya kegagalan pada sisi tertentu dari proses pembangunan dunia.
      
        Kegagalan lain dari proses pembangunan dunia dapat dilihat dari kecenderungan lingkungan yang mengancam mengubah planet ini secara radikal, yang mengancam kehidupan spesies-spesies yang hidup di dalamnya, termasuk manusia. Setiap tahun juta hektar lahan kering produktif berubah menjadi padang pasir yang tidak berguna.
      
        Dalam tiga dasawarsa, luasnya dapat mencapai seluas Arab Saudi. Lebih dari 11 juta hektar hutan rusak setiap tahunnya dan ini, dalam jangka tiga dasawarsa akan sama dengan daerah seluas India. Sebagian besar hutan ini berubah menjadi lahan pertanian bermutu rendah yang tidak dapat mendukung petani yang mengolahnya. Di Eropah, hujan asam merusak hutan dan danau, serta merusak warisan-warisan yang bernilai seni dan arsitektur tinggi. Pembakaran bahan bakar fosil telah mengirim karbon dioksida kedalam atmosfier, yang menyebabkan “ efek rumah kaca “ yang telah meningkatkan suhu global bumi. Gas-gas industri lainnya mengancam untuk merusak lapisan ozon, yang merupakan pelindung bumi, sehingga sampai pada suatu tingkat banyaknya manusia dan hewan akan menderita kanker.
        
       Semua keadaan di atas terutama disebabkan oleh aktivitas pembangunan yang menimbulkan tekanan-tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap lahan, air, lautan dan sumber daya alam lainnya yang ada di bumi ini. Tekanan lingkungan telah sering dilihat sebagai akibat permintaan yang meningkat terhadap sumber daya alam yang langka dan pencemaran yang dibangkitkan oleh standar hidup yang makin tinggi dari kelompok yang relatif makmur. Akan tetapi kemiskinan juga ternyata dapat mencemari lingkungan. Mereka yang miskin dan kelaparan demi kelangsungan hidupnya akan menebangi hutan, ternak-ternak akan menggunduli padang-padang rumput, mereka menggunakan lahan marjinal secara berlebihan dan ketika jumlahnya semakain banyak mereka akan berdesakan menempati suatu wilayah yang sempit. Dampaknya kumulatif begitu jauh jangkauannya sehingga kemiskinan menjadi bencana yang bersifat global.*******

                                            di susun oleh : E.Karmana
                      Generasi Penerus Pejuang Negara Kesatuan Republik Indonesia
                                                   ( GPP - NKRI ).
                                                     Pebruari 2013. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar