Pembangunan Nasional tidak bisa bertumpu
pada bidang ekonomi saja, karena banyak kasus menunjukan bahwa perhatian
pembangunan terhadap bidang ekonomi saja tidak dapat menjamin proses
pembangunan berjalan stabil dan berlanjut.
Pada awalnya pembangunan nasional
negara-negara berkembangnya terpusat pada mobilisasi modal sebagai faktor
strategis, dengan harapan dapat tercapai peningkatan pendapatan sejalan dengan
perluasan pasar. Keadaan ini melahirkan teori “ Pembangunan Berimbang “ (
balanced development ) yang mengusahakan keseimbangan berbagai segi kegiatan
masyarakat seperti sektor pertaniaan, pertambangan, industri, sektor jasa dan
sebagainya.
Secara konsepsional model pembangunan
ini cukup rasional dan diperkirakan dapat mengangkat kelompok masyarakat
tradisional dengan keadaan ekonomi lebih baik. Namun dalam jangka waktu
tertentu disadari bahwa model pembangunan berimbang masih dirasakan kurang mampu
memenuhi kebutuhan pokok masyarakat seperti pangan, sandang, papan, pendidikan
dan fasilitas kesehatan. Dari pengalaman diatas, kemudian lahir model
pembangunan yang menitik beratkan pada pemenuhan kebutuhan pokok dengan harapan
hasil pembangunan akan menetes kepada seluruh masyarakat secara proporsional.
Ternyata model pembangunan yang menitik beratkan pada pemenuhan kebutuhan pokok
juga tidak mampu mengubah struktur ekonomi masyarakat secara berarti. Hal
tersebut ditandai dengan makin melebarnya kesenjangan pendapatan masyarakat dan
semakin melebarnya perbedaan pendapatan strata ekonomi di masyarakat. Keadaan
ini sangat tidak menguntungkan dan dapat menggoyahkan pembangunan itu sendiri.
Pertumbuhan ekonomi saja ternyata tidak
dapat menyelesaikan masalah pembangunan negara-negara berkembang. Harapan
semula bahwa masalah-masalah lain akan terselesaikan dengan sendirinya melalui
laju pertumbuhan ekonomi, ternyata tidak benar sama sekali. Maka model
pembangunan selanjutnya bergeser ke model pembangunan dengan pemerataan. Dengan
model pembangunan pemerataan ini diharapkan hasil pembangunan dapat dinikmati
oleh masyarakat secara merata.
Pembangunan sangat banyak membutuhkan
dan memanfaatkan sumber daya alam. Meskipun tersedia dalam jumlah yang melimpah,
sumber daya alam tersebut mudah rusak bahkan punah dan memiliki kesetimbangan
yang kritis. Ada batas yang tidak boleh terlampaui untuk menjaga integritasnya,
sehingga untuk menjamin kelangsungan pembangunan saat ini dan untuk masa yang
akan datang diperlukan suatu perubahan perilaku pembangunan. Bertolak dari
pandangan ini lahirlah model pembangunan berkelanjutan ( sustainable
development ) yang merupakan tahapan ke empat dari model pembangunan yang tidak
lagi membicarakan tentang kecukupan kebutuhan pokok atau pemerataan, tetapi
lebih jauh mulai membicarakan tentang kualitas hidup yang dihasilkan dari
proses pembangunan. Kualitas tersebut mencakup kualitas lingkungan tempat hidup
dan kualitas diri manusia itu sendiri.
Konsep pembangunan berkelanjutan
berorentasi pada pemenuhan kebutuhan pada saat kini tanpa mengurangi kemampuan
generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Keberhasilan suatu proses
pembangunan yang berkelanjutan ditunjukan antara lain oleh : mortalitas bayi
yang terus menurun, harapan hidup meningkat, proporsi orang dewasa yang dapat
membaca dan mnulis meningkat, proporsi anak-anak yang mulai menginjak bangku
sekolah terus meningkat, dan produksi pangan meningkat lebih cepat dari pada
pertumbuhan penduduk.
Secara
sektoral, saat ini banyak negara yang sudah mencapai kondisi yang dapat
dikatakan maju. Tetapi secara global ternyata lebih banyak orang yang lapar di
dunia ini dari pada sebelumnya dan jumlah mereka terus meningkat. Dalam tahun
1980 terdapat 340 juta orang di delapan puluh tujuh negara berkembang yang
tidak mendapat kalori cukup untuk mencegah pertumbuhan yang terhambat dan
gangguan kesehatan yang serius. Jumlah ini sedikit lebih rendah di bandingkan
dengan tahun 1970 dari segi presentase jumlah penduduk dunia. Tetapi dari segi
jumlahnya terdapat kenaikan 14 persen. Di ramalkan oleh Bank Dunia bahwa jumlah
tersebut cenderung bertambah terus begitu juga jumlah orang yang tidak dapat
membaca dan menulis, banyak orang yang tidak memperoleh air bersih atau rumah
yang aman dan sehat serta banyaknya orang yang kekurangan kayu bakar untuk
memasak dan menghangatkan diri. Jurang pemisah antar bangsa-bangsa yang kaya
dan miskin semakin melebar. Hal tersebut tentunya lebih menunjukan adanya
kegagalan pada sisi tertentu dari proses pembangunan dunia.
Kegagalan lain dari proses pembangunan
dunia dapat dilihat dari kecenderungan lingkungan yang mengancam mengubah
planet ini secara radikal, yang mengancam kehidupan spesies-spesies yang hidup
di dalamnya, termasuk manusia. Setiap tahun juta hektar lahan kering produktif
berubah menjadi padang pasir yang tidak berguna.
Dalam tiga dasawarsa, luasnya dapat
mencapai seluas Arab Saudi. Lebih dari 11 juta hektar hutan rusak setiap
tahunnya dan ini, dalam jangka tiga dasawarsa akan sama dengan daerah seluas
India. Sebagian besar hutan ini berubah menjadi lahan pertanian bermutu rendah
yang tidak dapat mendukung petani yang mengolahnya. Di Eropah, hujan asam
merusak hutan dan danau, serta merusak warisan-warisan yang bernilai seni dan
arsitektur tinggi. Pembakaran bahan bakar fosil telah mengirim karbon dioksida
kedalam atmosfier, yang menyebabkan “ efek rumah kaca “ yang telah meningkatkan
suhu global bumi. Gas-gas industri lainnya mengancam untuk merusak lapisan
ozon, yang merupakan pelindung bumi, sehingga sampai pada suatu tingkat
banyaknya manusia dan hewan akan menderita kanker.
Semua keadaan di atas terutama
disebabkan oleh aktivitas pembangunan yang menimbulkan tekanan-tekanan yang
belum pernah terjadi sebelumnya terhadap lahan, air, lautan dan sumber daya
alam lainnya yang ada di bumi ini. Tekanan lingkungan telah sering dilihat
sebagai akibat permintaan yang meningkat terhadap sumber daya alam yang langka
dan pencemaran yang dibangkitkan oleh standar hidup yang makin tinggi dari
kelompok yang relatif makmur. Akan tetapi kemiskinan juga ternyata dapat
mencemari lingkungan. Mereka yang miskin dan kelaparan demi kelangsungan
hidupnya akan menebangi hutan, ternak-ternak akan menggunduli padang-padang rumput,
mereka menggunakan lahan marjinal secara berlebihan dan ketika jumlahnya
semakain banyak mereka akan berdesakan menempati suatu wilayah yang sempit.
Dampaknya kumulatif begitu jauh jangkauannya sehingga kemiskinan menjadi
bencana yang bersifat global.*******
di susun oleh : E.Karmana
Generasi Penerus Pejuang Negara Kesatuan Republik Indonesia
( GPP - NKRI ).
Pebruari 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar