Rabu, 06 Februari 2013

Kegiatan Ekonomi dan Dampaknya



       Pada Dasawarsa yang lalu kegiatan ekonomi di negara-negara maju bersifat terlampau eksplosif dan ini banyak ditiru oleh negara-negara yang sedang berkembang. Kegiatan Ekonomi  yang bersifat eksplosif ini tentunya tidak lepas dari cara pandang manusia terhadap sumber daya alam yang secara defacto dikuasainya dan seolah-olah  tidak akan habis.
      
        Secara ekologis cara pandang seperti ini keliru dan mengakibatkan kerusakan sumber daya dan lingkungan. Sebagai contoh, diambil kasus pemanfaatan hutan tropis dengan sistim tebang habis yang begitu cepat pada saat ini. Hutan tropis yang secara genetis merupakan tata lingkungan terkaya di bumi, kaya akan plasma nutfah. Saat ini sedang ditebang dan dibakar dengan kecepatan 11 juta hektar per-tahun atau kira-kira 20 juta hektar setiap menitnya. Dengan kecepatan ini berarti seluruh hutan hujan tropis akan lenyap dalam jangka waktu sekitar 85 tahun.
      
      Kegiatan ekonomi yang bersifat eksploitatif sebenarnya juga tidak efektif untuk negara-negara berkembang. Karena pada umumnya negara-negara berkembang menghadapi masalah pertumbuhan penduduk yang besar. Meskipun pertumbuhan merupakan investasi produktif bagi suatu negara, namun pada sisi lain pertumbuhan penduduk yang besar merupakan penghambat bagi pembangunan ekonomi. Sebab penduduk yang banyak akan banyak juga menyerap sumber daya alam. Kecenderungan yang dapat dilihat saat ini, adalah makin besarnya kesenjangan sosial, baik antara golongan dalam satu negara, maupun antara negara maju dengan negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi negara maju membuat hidup berlebihan, sedang negara berkembang makin terbelakang dan makin terhimpit oleh kemiskinannya. Ada ketidak seimbangan penduduk bumi ini dalam memanfaatkan kekayaan alam. Sekitar 20 % penduduk dunia hidup dengan 75 % kekayaan alam, dan sisanya 25 % kekayaan alam dinikmati oleh 80 % penduduk dunia. 80 % penduduk dunia ini adalah mereka yang hidup di negara-negara berkembang.
       
         Pada sistem pasar internasional selalu terjadi kepincangan, sebagian besar negara-negara miskin sangat menggantungkan penerimaan devisanya pada ekspor komoditi pertanian yang ternyata nilai tukar komoditi ini mudah berfluktuasi atau menerun. Misalnya, antara tahun 1980 dan 1984 negara-negara berkembang kehilangan sekitar 55 milyar US dolar dari penerimaan ekspor mereka karena jatuhnya harga komuditi. Akibatnya lebih dari separuh negara-negara berkembang mengalami penurunan produk domestik bruto (GPD) per Kapita selama periode 1982-1985. Penurunan produk domestik bruto ini secara langsung tentunya akan memperbesar tekanan terhadap lingkungan dan sumber daya alam.

                                            disusun oleh  : E.Karmana
                       Generasi Penerus Pejuang Negara Kesatuan Republik Indonesia
                                                  ( GPP - NKRI )
                                                    Pebruari 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar